Logo MPR

Acara berlangsung secara hybrid dengan total 206 peserta, baik luring maupun daring. Sejumlah perguruan tinggi mitra turut berpartisipasi, di antaranya Universitas Sumatera Utara (USU), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Gunadarma, dan Universitas Siber Asia (UNSIA).

Ketua Panitia, Dr. Iskandarsyah Siregar, Ph.D., menegaskan bahwa konferensi ini merupakan hasil kerja sama UNAS dan Universiti Malaya yang telah terjalin sejak dua tahun lalu.
“Konferensi ini menjadi langkah awal yang berkesinambungan dalam mengkaji peradaban Melayu dunia. Ke depan, kolaborasi ini akan terus diperkuat untuk melahirkan manfaat nyata bagi perkembangan ilmu dan kebudayaan,” ujarnya.

Dekan Akademi Pengajian Melayu Universiti Malaya, Prof. Dr. Sabzali Musa Khan, menyampaikan apresiasinya atas terselenggaranya acara ini.
“Saya sangat menghargai kesungguhan yang ditunjukkan. Saya berharap hasil konferensi dapat diterbitkan dalam bentuk buku agar memberi manfaat lebih luas,” ungkapnya.

Bahasa dan Budaya Melayu sebagai Pilar Peradaban

Menteri Kebudayaan RI, Dr. H. Fadli Zon, S.S., M.Sc., hadir sebagai pembicara utama. Ia menekankan bahwa peradaban Melayu memiliki kekuatan besar, terutama melalui bahasa.
“Bahasa Indonesia-Melayu dituturkan lebih dari 300 juta orang, jauh melampaui penutur bahasa Prancis. Bahkan, bahasa Melayu telah menjadi bahasa kerja di ASEAN. Sangat wajar apabila Bahasa Indonesia juga menjadi bahasa kerja di UNESCO,” tegasnya.

Fadli Zon menambahkan bahwa meskipun berpengaruh besar, peradaban Melayu masih kurang terekspos secara global. “Kita perlu memperkuat promosi dan diplomasi kebudayaan Melayu, termasuk membangun pusat-pusat kajian Melayu. Diaspora Indonesia yang besar, sekitar 2,7 juta jiwa, juga menjadi aset penting dalam menyebarkan nilai-nilai peradaban Melayu ke dunia,” jelasnya.

Selain itu, ia menyinggung akar sejarah bangsa Nusantara sebagai bagian penting peradaban Melayu. Dari temuan arkeologi hingga jejak maritim yang menghubungkan Nusantara dengan India, Tiongkok, hingga Afrika sejak abad ke-7 Masehi, bahasa Melayu telah menjadi lingua franca yang menyatukan Asia Tenggara.

Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Kerja Sama (PPMK) UNAS, Prof. Ernawati Sinaga, M.S., Apt., menyampaikan kebanggaannya atas penyelenggaraan konferensi ini.
“Peradaban Melayu adalah identitas yang menyatukan sekaligus menjadi jembatan persaudaraan antarbangsa. Nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung di dalamnya relevan untuk menjawab tantangan global saat ini,” tuturnya.

Prof. Ernawati menegaskan bahwa forum ini menjadi ruang kolaborasi dan pertukaran pengetahuan antarpeneliti, akademisi, dan pemangku kepentingan. “Semoga dari konferensi ini lahir gagasan baru, rekomendasi kebijakan, serta karya nyata dalam menjaga keberlanjutan kebudayaan Melayu di tengah arus modernitas,” tambahnya.(TIN)