
Jakarta (UNAS) – Universitas Nasional (UNAS) melalui Program Studi Sastra Inggris Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS) bekerjasama dengan Russian House Jakarta menggelar acara budaya bertajuk “The Word About Russian Heart”, pada Senin- Selasa (14-15/04) di Auditorium UNAS, Jakarta.
“Russian Heart” bukan sekadar forum akademik, melainkan peristiwa budaya yang menghidupkan Kembali semangat kolaborasi antara Indonesia dan Rusia melalui media, seni, dan pendidikan. Dalam dua hari yang sarat makna, acara ini membuktikan bahwa jalinan diplomasi bisa tumbuh dari ruang-ruang kampus, lewat percakapan, karya, dan ketulusan memahami budaya lain.
Acara ini dibuka dengan sesi yang mengangkat tema bahasa dan media sebagai jembatan antarbangsa. Dalam paparannya, Iskandarsyah Siregar P.hD menyampaikan bahwa penguatan studi Rusia di perguruan tinggi Indonesia perlu menjadi langkah strategis untuk membangun kedekatan jangka panjang.
“Studi Rusia bisa menjadi pintu masuk bagi mahasiswa untuk memahami cara pandang, nilai, dan dinamika budaya Rusia secara mendalam,” ujarnya.
Sementara itu, Fauzan Al Rashid, produser RT International, mengingatkan bahwa media modern tidak hanya menyampaikan berita, tetapi juga membentuk persepsi global.
“Media hari ini punya kekuatan untuk membangun narasi dan mempengaruhi opini publik internasional. Di sinilah pentingnya pendekatan budaya dalam penyampaian informasi,” jelasnya
Denis Bolotsky dari RT Indonesia menambahkan pentingnya pendekatan lokal dalam media internasional. Ia mengatakan, “Kami percaya pada kekuatan local touch, local expertise—karena setiap budaya butuh didekati dengan cara yang sesuai dan otentik.”
Sesi ini juga semakin menarik dengan kehadiran Semyon Gerchko, Direktur Teater Drama Ryazan, yang mengajak peserta memaknai bahasa sebagai sarana memahami hati bangsa.
“Bahasa bukan sekadar alat komunikasi. Bahasa adalah hati kita. Lewat bahasa, kita bisa mendengar nafas suatu budaya,” katanya penuh semangat.
Kemudian, hari kedua menjadi ruang eksplorasi yang lebih luas. Wakil Menteri Rusia Elvira Nurgalieva, bersama akademisi dari Far Eastern Federal University dan Pacific National University, membuka sesi dengan paparan tentang potensi kerja sama antara universitas dan industri di wilayah Timur Jauh Rusia.
“Kami melihat kawasan Timur Jauh Rusia sebagai laboratorium inovasi dan kolaborasi masa depan. Indonesia adalah mitra penting dalam proses ini,” ungkap Nurgalieva.
Diskusi berlanjut ke ranah diplomasi kreatif. Penampilan wayang di Rusia hingga lagu “Rayuan Pulau Kelapa” yang dinyanyikan paduan suara Rusia menjadi simbol kekuatan seni dalam menjembatani perbedaan. Duta besar, akademisi, hingga seniman dari kedua negara menekankan bahwa pertukaran budaya adalah investasi lunak yang hasilnya bisa dirasakan lintas generasi.
Setelah itu, Yuliandre Darwis Phd menekankan pentingnya keterlibatan generasi muda. “Anak muda hari ini tidak hanya harus jadi konsumen budaya global, tapi juga pencipta. Inilah saatnya kita bangun kerja sama antarbangsa dengan melibatkan mahasiswa sebagai aktor utama,” katanya.
Acara “Russian Heart” menjadi bukti bahwa jalinan diplomasi tidak selalu lahir dari meja perundingan, tetapi bisa tumbuh dari ruang kelas, panggung seni, dan percakapan yang tulus. UNAS bersama Russian House telah membuktikan bahwa kebudayaan tetap menjadi jembatan yang kuat dan relevan dalam membangun hubungan antarbangsa di era global. (SAF)