Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW menjadi momentum yang sangat penting bagi manusia dan umat Islam. Rasulullah SAW membawa risalah yang paling mendasar, yakni membebaskan manusia dari kebodohan dan kegelapan, serta menjadikan manusia sebagai makhluk yang beradap dan membawa kesejahteraan dalam kehidupan di dunia dan akhirat.
Jakarta (UNAS) – Dalam kehidupannya, Rasulullah SAW memiliki misi utama yang diwujudkan dengan perilaku umat Islam terhadap tiga aspek yakni terhadap Sang Pencipta, terhadap sesama manusia, terhadap alam dan lingkungannya. Rasulullah SAW memandang alam dan lingkungan merupakan kesatuan utuh yang patut dijaga dan lestarikan.
Perilaku Rasulullah SAW dalam menyelamatkan kelangsungan hidup manusia patut dijadikan teladan. Oleh sebab itu, dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada 12 Rabiul Awal 1442 H, Pusat Pengajian Islam (PPI) Universitas Nasional (Unas) mengajak masyarakat untuk perduli, dan mencontoh prinsip Rasulullah SAW dalam melestarikan lingkungan dengan tidak melakukan perusakan di muka bumi.
Dr. Fachruddin Mangunjaya
Ketua PPI Unas, Dr. Fachruddin Mangunjaya mengatakan, selama perjalanan dakwahnya, Rasulullah SAW telah meletakkan prinsip-prinsip dasar untuk menjaga keseimbangan alam. Mulai dari pengaturan tata ruang hidup yang dikenal dengan hima atau kawasan konservasi habitat bagi satwa dan tumbuh-tumbuhan, anjuran untuk menanam pohon, dan mencontohkan kepada sahabatnya untuk melindungi makhluk hidup.
“Rasulullah SAW juga mengajarkan jenis-jenis hewan apa saja yang dapat dikonsumsi atau dipelihara manusia. Kemudian itu menjadi kajian para fuqaha mengenai etika manusia dalam memperlakukan hewan dan makhluk hidup lainnya,” ujarnya dalam talkshow virtual Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1442 H yang diselenggarakan oleh PPI Unas bekerja sama dengan Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam, Majelis Ulama Indonesia (LPLHSDA-MUI), Jumat (30/10).
Dosen Sekolah Pascasarjana Unas itu melanjutkan, risalah ini menjadi sangat relevan bagi Indonesia, sebuah negara yang mencakup 1,3% dari luas daratan dunia. Namun, memiliki kekayaan keanekaragaman hayati terbesar di dunia.
Ia juga mengatakan, kehadiran satwa atau hidupan liar di muka bumi sangatlah penting. “Kehadiran mereka dapat membantu bahkan melakukan hal yang tidak dapat dilakukan oleh teknologi manusia. Misalnya, seperti penyerbukan dan penyebaran biji-bijian di hutan,” tambah Fachruddin.
Drh. Indra Exploitasia, M.Si.
Sementara itu, Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Drh. Indra Exploitasia, M.Si. menyampaikan, kekayaan alam seperti satwa dan tumbuhan merupakan asset yang berharga bagi negara. Oleh sebab itu, mereka perlu dilindungi karena sangat menentukan kehidupan manusia saat ini dan di masa yang akan datang.
“Di tengah situasi pandemi saat ini, kita belajar bahwa penyakit dapat menjadi penyebab kehancuran dari spesies manusia. Maka pendekatan dengan agama ini dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan kesehatan dan ruang hidup baik bagi manusia, maupun ruang hidup bagi makhluk hidup lain, seperti satwa dan tumbuh-tumbuhan,” jelasnya dalam sambutan.
Senada dengan hal tersebut, Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (PLHSDA) MUI, Dr. Hayu S. Prabowo mengatakan, pendekatan agama khususnya Islam kini menjadi pendakatan yang makin banyak digali dan dikembangkan, karena pendekatan ilmiah saja tidak mendorong manusia dan banyak negara untuk menjaga kelestarian alam.
Dr. Hayu S. Prabowo
“Pendekatan agama justru sangat dibutuhkan dalam kehidupan modern saat ini, seperti ajaran Islam yang menekankan tentang keseimbangan dan keberlanjutan sangat sejalan dengan inisiatif Sustainable Development Goals. Dimana tujuan ekonomi, sosial dan lingkungan harus sejalan beriringan dan memberikan manfaat pada semua makhluk hidup,” tutur Hayu.
Upaya diseminasi dan sosialisasi fatwa ini, lanjutnya, perlu terus digalakkan oleh semua pihak agar menimbulkan kesadaran bahwa merusak alam sesungguhnya bertentangan dengan nilai agama. Pada akhirnya, hal ini akan membawa petaka bagi umat manusia sendiri dikemudian hari.
Di sisi lain, perwakilan dari Wildlife Conservation Society (WCS) Indonesia, Ahmad Husein mengatakan, manusia sebagai makhluk yang memiliki akal perlu menyayangi makhluk lainya di muka bumi. Menurutnya, sebaik baiknya manusia adalah seseorang yang bermanfaat bagi makluk hidup lainnya.
“Banyak ajaran Rasulullah SAW yang bisa dijadikan suri tauladan bagi kita. Misalnya dalam upaya konservasi, Rasulullah SAW juga melarang tegas berbagai tindakan yang dapat merusak dan menjatuhkan alam. Upaya pelestarian alam yang ada dari jaman Rasulullah SAW dapat dijadikan ajaran bagi kita semua bahwa betapa pentingnya melindungi alam dan makluk hidup lainnya di bumi ini,” kata Ahmad.
Pandangan Para Da’i.
Da’i Konservasi Provinsi Banten, Yayan HS mengatakan, Rasulullah SAW tidak hanya sebagai tauladan yang baik untuk berbuat baik, tetapi juga sebagai tauladan yang baik untuk berbuat baik kepada alam sekitar diantaranya seperti hutan, hewan, udara, dan air.
“Rasulullah SAW sudah memberikan contoh yang baik kepada kita akan pentingnya melestarikan lingkungan yang banyak makluk hidup di dalamnya. Sekarang kita telah tahu ternyata Rasulullah SAW sudah yang paling dahulu mempersiapkan dan mencontohkan umatnya dalam menyelamatkan kelangsungan hidup dengan menjaga ekosistem,” terangnya.
Yayan menambahkan, dalam upaya menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan ini terdapat kendala yang masih menjadi tantangan bagi para da’i, yakni pemahaman yang kurang atau ketidakmauan dari masyarakat, jangkauan yang terlalu luas, serta faktor pendanaan operasional. Hal ini menyebabkan belum maksimalnya da’wah yang dilakukan para da’i guna mengajak masyarakat untuk mencontoh suri tauladan Rasullulah SAW dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Ustadz Alif Makluf Almaduri
Dalam kesempatan yang sama, Da’i konservasi Provinsi Lampung, Ustadz Alif Makluf Almaduri mengatakan, sesungguhnya penyebab kerusakan lingkungan seperti perdagangan satwa liar dan perambahan hutan, bukan semata-mata disebabkan oleh faktor ekonomi, tetapi karena kebodohan dan kerakusan manusia itu sendiri.
“Pada kenyataannya masyarakat adat yang hidup di dalam hutan, justru mampu menjaga kelestarian alam secara berkelanjutan, karena mereka memanfaatkan hasil hutan sesuai dengan kebutuhannya saja, tidak berlebih-lebihan,” tandasnya.
Untuk itu, ucap Ustadz Alif, para da’i mempunyai peranan yang penting untuk meneruskan risalah Rasulullah SAW guna mengubah pola pikir masyarakat dan para pemimpin masyarakat agar tidak hanya memikirkan tentang kebutuhan duniawi yang sementara, tetapi juga tentang kebutuhan samawi yang juga lebih panjang.
Ustazah Martalena
Sementara itu, Da’i Konservasi Provinsi Riau, Ustazah Martalena menambahkan, untuk mengatasi masalah ini dibutuhkan dukungan dari semua pihak dengan pendekatan yang beragam. Pendekatan agama menjadi salah satu pilihan karena agama bertujuan untuk mendorong perubahan perilaku dan moral manusia kearah yang lebih baik, sebagaimana misi yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
“Sepatutnya kita bisa saling bekerja sama untuk memikirkan masalah ini sehingga bisa tercipta satu solusi dalam mengatasi dan mengurangi kerusakan lingkungan. Pencegahan dan penyelamatan lingkungan yang dilakukan melalui pendekatan agama merupakan salah satu usaha dari pemimpin agama agar bisa terciptanya lingkungan yang damai, aman, dan sejahtera sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW,” tutupnya.
Dr. Drs. Zainul Djumadin, M.Si.
Kegiatan ini dibuka oleh Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Unas, Dr. Drs. Zainul Djumadin, M.Si. serta diikuti oleh akademisi dan para pemuka agama. PPI Universitas Nasional dan LPLHSDA-MUI membawa risalah pendekatan Islam untuk konservasi alam International Congress for Conservation Biology -ICCB, Kuala Lumpur pada tahun 2019, sehingga pendekatan ini mendapatkan apresiasi dari dunia internasional. (*NIS)