Jakarta (UNAS) – Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI) Fakultas Teknik dan Sains (FTS) Universitas Nasional (Unas) selenggarakan webinar nasional yang mengangkat topik mengenai peluang dan tantangan pengembangan energi nuklir di Indonesia dengan tema bertajuk “Nuclear Energy Development in Indonesia : Opportunity and Challenges”.

Ketua pelaksana, Adni, menyampaikan bahwa ia tidak menyangka webinar ini akan mendapatkan respon yang baik dilihat dari jumlah pendaftar yang mencapai 250 orang dari seluruh penjuru Indonesia. “Hal ini sangat luar biasa, dan berdasarkan hal ini saya bisa menyimpulkan bahwa masih banyak orang-orang yang tertarik dan peduli dengan topik ini”, ujarnya.

Energi nuklir sendiri dapat dimanfaatkan dalam berbagai sektor seperti yang disampaikan dalam sambutan Ketua Program Studi Fisika Drs. Ari Mutanto, M.Pd. “Sebagaimana kita pahami bahwa penggunaan energi nuklir di Indonesia itu sangat banyak dan luas sekali seperti di bidang pertanian, kesehatan terutama dan energi di bidang industri”, paparnya.

Pada kesempatan yang sama Novi Azman, S.T. M.T. Selaku Dekan Fakultas Teknik dan Sain Universitas Nasional, berpesan dengan diselenggarakannya acara ini dapat meningkatkan minat mahasiswa untuk mengembangkan keilmuan dibidang fisika terutama pada bidang energi nuklir. Selain itu mahasiswa juga diharapkan melakukan penelitian khususnya pada sektor kesehatan nuklir. “Terutama kami dari fakultas saat sekarang ini kami mendapatkan beberapa dana hibah di bidang kesehatan.

Contohnya kami mendapatkan hibah dibidang Konsorsium Covid, di mana di Indonesia hanya 3 (tiga) universitas swasta yang mendapatkan grand hibah Konsorsium Covid”, jelasnya selaku Dekan Fakultas Teknik dan Sains yang juga meresmikan kegiatan webinar nasional pada Sabtu (12/12).

Dalam kegiatan ini terdapat dua topik pembicaraan, yang pertama mengenai Peluang dan Tantangan Pengembangan Nuklir di Bidang Kesehatan yang dibawakan oleh Ketua Umum Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia, Dr. Susilo Widodo M.Eng. Dalam materinya, Susilo menyampaikan bahwa peluang pengembangan nuklir di bidang kesehatan ialah jumlah penduduk, sedangkan tantangannya terdiri dari nuclear phobia, wilayah yang luas, dan akses ke asuransi.

“Nuclear phobia itu ketakukan terhadap nuklir jadi yang serba nuklir masih menakutkan,” ucapnya dalam sesi tanya jawab. Ia juga menambahkan, “padahal kita terangkan bahwa radiasi itu secara eksponensial dosisnya menurun bisa diatasi dengan jarak, waktu, dan penahan radiasi”. Menurutnya, walaupun dari masyarakat penggunanya tidak semua mengalami nuclear phobia namun masih perlu penjelasan luas.

Selain peluang dan tantangan, juga terdapat kekurangan dari pemanfaatan nuklir dibidang kesehatan saat ini. “Salah satu kelemahannya adalah kekurangan peralatan dan juga SDM (Sumber Daya Manusia). Maka sebetulnya dengan adanya kelemahan kekurangan SDM ini adalah bisa menjadi peluang bagi mahasiswa-mahasiswa atau peserta-peserta lain yang sedang berkuliah dibidang fisika nuklir atau fisika medik untuk dapat menjadi generasi penerus yang mengembangkan nuklir di Indonesia,” tutur Ni Larasati Kartika Sari, S.Pd., M.Si. Dosen Fisika Unas selaku moderator menutup topik sesi pertama.

Pada sesi kedua, membahas topik Peluang dan Tantangan Pengembangan Nuklir di Bidang Industri yang dibawakan oleh Firdaus Ariefatosa, S.Si yang juga alumni dari Jurusan Fisika, Unas. “Disektor industri, semuanya butuh energi. Pemanfaatannya saat ini masih tinggi di energi fosil dan saya rasa, menurut saya energi nuklir itu kalau bukan satu-satunya ya salah satu yang cukup besar peluangnya,” tuturnya.

Energi nuklir memang memiliki peluang besar untuk dikembangkan di Indonesia, namun menurut Firdaus masih terdapat tantangan seperti jumlah SDM dan kemampuan lokal. “Ada tapi terlalu sedikit, kita ini minoritas. Ilmunya dikuasai tapi jumlah kita terlalu sedikit. Kemudian kemampuan lokal, peralatan itu mahal ya karena kita belum bisa buat sendiri itu permasalahannya, kita masih impor,” ujarnya.

Penerapan standar keamanan dan kualitas juga menjadi tantangan sehingga harus ditinggikan dan disamakan dengan standar internasional. “Penerapan standar keamanannya harus ditingkatkan dengan standar interasional, supaya kita bisa menerjang tantangan di industri,” tambahnya sebelum mengakhiri presentasi. (*ARS)