
Jakarta (UNAS) – Perkembangan teknologi digital yang begitu pesat, khususnya melalui platform media sosial seperti TikTok, tengah menjadi sorotan dalam dunia akademik dan praktisi komunikasi. Sabtu, (5/72025), Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Universitas Nasional (UNAS) menggelar Guest Lecture dengan menghadirkan narasumber yaitu Content Quality Specialist Tiktok Indonesia (Byte Dancer) Jefri Pranata.
Adapun tema yang diangkat bertajuk “Peran Tiktok Dalam Mendorong Kemajuan Ekonomi dan Demokrasi di Indonesia”. Kegiatan ini berlangsung di Ruang Seminar Lt. 3, Gedung Menara UNAS, Ragunan, dan dihadiri oleh Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Drs. Adi Prakosa, M.Si., Moderator Dr. Yuri Alfin Aladdin, M.Si., M.I.Kom., dan Dosen Prodi Ilmu Komunikasi UNAS Dr. Irfan Fauzi Arief, M.Si. serta para mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi baik dari konsentrasi Komunikasi Korporat maupun Komunikasi Politik.
Kegiatan ini dibuka dengan sambutan oleh Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Drs. Adi Prakosa, M.Si. yang menyoroti relevansi tema terhadap dinamika masyarakat saat ini.
Dalam sambutannya, Adi mengatakan bahwa kehadiran TikTok tidak hanya berdampak pada sektor hiburan, tetapi telah berevolusi menjadi salah satu penggerak ekonomi kreatif, pemberdayaan UMKM, serta kanal demokrasi partisipatif. “Melalui TikTok, masyarakat mampu menciptakan peluang usaha, membuka lapangan kerja, dan memperkenalkan brand lokal hingga ke pasar global,” ujarnya.
Ia juga mengatakan, TikTok telah menjadi medium penting dalam menyampaikan informasi dan ekspresi pendapat publik. “TikTok memungkinkan masyarakat untuk menyampaikan pandangan secara luas dan terbuka, termasuk dalam konteks politik dan pendidikan publik,” paparnya.
Namun, diskusi ini juga tidak menutup mata terhadap tantangan yang ditimbulkan oleh media sosial. Sekretaris Program Studi mengingatkan bahwa tidak seperti media massa yang tunduk pada regulasi seperti UU Pers dan kode etik jurnalistik, media sosial memiliki karakter bebas yang rawan disalahgunakan. “Perlu ada kesadaran kritis dari pengguna, karena konten di media sosial tidak selalu melalui proses verifikasi dan dapat memicu polarisasi di tengah masyarakat,” tegasnya.
Lebih lanjut, Adi mengungkapkan bahwa fenomena polarisasi opini, yang sering kali muncul dalam momen politik seperti pemilu, turut menjadi pembahasan penting. Para narasumber menekankan perlunya literasi digital yang kuat agar masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang belum tentu benar.
Selain sebagai wahana ekonomi, TikTok juga dinilai menjadi ruang ekspresi demokratis baru di era digital. Namun, menurut para akademisi, tantangannya adalah menjaga ruang ini tetap sehat dan bebas dari disinformasi.
Sebelum menutup sambutannya, Adi menyatakan bahwa kegiatan ini menjadi ruang refleksi sekaligus pembelajaran kritis bagi mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi UNAS. “Diskusi ini sangat membuka wawasan kami tentang bagaimana media sosial bisa menjadi alat strategis untuk kemajuan bangsa jika digunakan secara bijak,” ungkapnya.
Ia pun berharap diskusi seperti ini dapat menjadi sarana berbagi pengetahuan dan inspirasi untuk mengembangkan potensi digital secara produktif dan bertanggung jawab. “Mari jadikan teknologi sebagai alat untuk menciptakan perubahan yang positif, bukan sebaliknya,” tutupnya.
Usai sesi sambutan, kegiatan ini dilanjutkan dengan pemberian cinderamata, sertifikat kepada narasumber serta foto bersama. Setelah itu masuk ke sesi pemaparan materi.
Dalam pemaparannya, Jefri Pranata menjelaskan bagaimana algoritma TikTok bekerja dan mempengaruhi distribusi konten secara personal kepada setiap pengguna. Ia menyebutkan bahwa TikTok bukan hanya platform hiburan, namun juga menjadi sarana yang sangat potensial dalam mengembangkan UMKM, meningkatkan brand lokal, serta sebagai ruang partisipasi demokrasi digital.
“Setiap orang punya peluang yang sama untuk viral di TikTok, karena algoritmanya tidak mengandalkan jumlah followers, tapi keterlibatan audiens seperti komentar, likes, dan durasi menonton,” jelas Jefri. Ia juga membagikan beberapa tips teknis, seperti cara mempercepat video dan membuat tampilan lebih bersih saat menonton konten.
Jefri menambahkan bahwa TikTok kini menjadi new media dengan dampak nyata. “Dari sisi ekonomi, TikTok memberikan peluang besar untuk pelaku usaha lokal. Sedangkan dari sisi demokrasi, TikTok menjadi platform inklusif di mana anak muda dapat menyuarakan opini politik mereka, asalkan sesuai dengan community guideline,” ujarnya.
Namun, ia juga menyinggung tantangan yang dihadapi TikTok, terutama selama masa kampanye politik, seperti lonjakan laporan pengguna terkait ujaran kebencian. Jefri menegaskan bahwa TikTok secara global tidak menerima iklan dari partai politik atau tokoh politik sebagai upaya menjaga netralitas platform.
Dalam kesempatan ini, para peserta seminar juga diperkenalkan dengan fitur pencarian tren di TikTok yang disebut “Insert Creator Search“, dimana pengguna dapat menemukan insight dan tren konten yang sedang populer berdasarkan algoritma personal masing-masing.
Seminar ini ditutup dengan sesi tanya jawab interaktif, di mana penanya terbaik mendapatkan hadiah berupa buku karya Dr. Yuri Afrin Aladin selaku Dosen Prodi Ilmu Komunikasi UNAS. Diskusi berjalan dinamis dan memberikan pencerahan tentang pentingnya memahami serta memanfaatkan media sosial secara kritis dan produktif. (*DMS)