
Jakarta (UNAS) – Sebagai bentuk penghormatan terhadap warisan pemikiran kritis almarhum Harry Wibowo, Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Nasional (FISIP UNAS) menyelenggarakan diskusi publik bertajuk “Ilmu-Ilmu Sosial Emansipatoris, Masyarakat Digital, dan Hak Asasi Manusia”, pada Rabu, (18/6), di Ruang Seminar Menara UNAS Ragunan.
Kegiatan ini menjadi sebuah konseptual yang dirancang untuk memberikan kesempatan seseorang dalam merenungkan pengalaman dan perasaan guna mendalami kembali peran penting ilmu sosial dalam menjawab tantangan zaman digital yang semakin kompleks khususnya dalam menghadapi fenomena seperti pengawasan data, eksploitasi algoritma, dan pembungkaman kebebasan berpikir.
Dalam sambutannya, Plt. Dekan FISIP UNAS, Dr. Aos Yuli Firdaus, M.Si., menyampaikan bahwa diskusi ini tidak hanya mengenang sosok intelektual Harry Wibowo, tetapi juga menjadi wujud nyata dari upaya menjaga semangat kritis dan keberanian intelektual di tengah perubahan zaman.

“Ini bukan sekadar acara peringatan, melainkan bentuk penghormatan yang hidup. Kita tidak sedang membangun monumen kenangan, melainkan menyuburkan ruang tumbuhnya strategi pemikiran baru yang berakar dari warisan intelektual beliau,” ujar Dr. Aos.
Senada dengan itu, Ketua Program Studi Sosiologi FISIP UNAS, Dr. Andi Achdian, M.Si., menekankan pentingnya kesinambungan pemikiran sosial kritis untuk menavigasi dinamika masyarakat kontemporer.
“Kita perlu memikirkan secara kritis tentang bagaimana cara ilmu sosial dapat terus relevan dengan realitas hari ini. Kegiatan ini menjadi bukti bahwa mahasiswa UNAS tidak hanya aktif secara akademik, tetapi juga berani menghidupkan kembali tradisi intelektual yang progresif,” tuturnya.

Momen mengharukan hadir ketika Nikensari Setiadi, istri dari almarhum Harry Wibowo (Harwib), turut memberikan kesempatan mengenai nilai-nilai perjuangan yang diyakini dan dijalani oleh almarhum.
“Keadilan, keberpihakan, dan kebebasan berpikir bukanlah hal yang datang begitu saja. Nilai-nilai ini harus dipelihara dan salah satu tempat terbaik untuk menumbuhkannya adalah kampus. Harwib selalu percaya bahwa universitas adalah rumah bagi keberanian berpikir,” ujarnya penuh haru.

Nikensari Setiadi, istri dari almarhum Harry Wibowo (Harwib), turut memberikan sambutan yang berisikan cerita nillai-nilai perjuangan, dalam acara tersebut.
Diskusi dipandu oleh Dr. Andi Achdian dengan menghadirkan beberapa narasumber utama, yaitu Prof. Vedi Hadiz, P.hD. (Professor University of Melbourne), Sri Lestari Wahyuningroem (Dosen Ilmu Politik UPN), Farhan Helmy, MA (Perkumpulan Pergerakan Difabel dan Lansia Indonesia), Rahadi Teguh Wiratama, S.Sos (Anggota Redaksi Jurnal Prisma), Astatantica Belly Stanio, SH. (LBH Jakarta).
Pada pengantar diskusi, Dr. Andi menyampaikan bahwa “Kita hidup dalam masyarakat yang tampak transparan, padahal dikendalikan oleh logika platform yang eksploitatif. Sensor algoritmik dan manipulasi data telah menjadi alat kekuasaan baru yang harus dikritisi secara serius oleh ilmu sosial,” tegasnya.
Ia menambahkan, ilmu sosial hari ini tidak cukup hanya menganalisis, tetapi juga harus berpijak dan terlibat dalam upaya emansipasi serta perlawanan terhadap ketimpangan yang dibungkus oleh kecanggihan teknologi.
Diskusi ini juga menjadi prioritas yang memiliki pengaruh penting terhadap berbagai aspek untuk merajut meningkatkan pemahaman, memperluas perspektif, dan memperkuat hubungan antar anggota komunitas akademik yang berbeda. Oleh karena itu, peserta yang hadir tidak hanya diajak memahami teori, tetapi juga terlibat secara langsung dalam membentuk praktik pengetahuan yang transformatif. (SAF)