Jakarta (UNAS) – Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang jatuh pada tanggal 5 Juni merupakan momen penting yang digunakan PBB untuk meningkatkan kesadaran tentang lingkungan serta mendorong perhatian dan tindakan politik di tingkat dunia.
Pusat Pemberdayaan Masyarakat Universitas Nasional (PPM-Unas), sebagai bagian tak terpisah dari masyarakat akademis menghimpun setiap aksi sosial yang mendukung upaya penanganan krisis dalam berbagai bidang. Isu lingkungan yang berhubungan erat dengan kehidupan masyarakat juga menjadi fokus penanganan PPM-Unas.
Oleh karena itu, PPM-Unas bekerja sama dengan Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI) Komda DKI Jakarta khususnya bidang Pengembangan Taman dan Hutan Kota, terpanggil untuk ikut berperan serta mengedukasi masyarakat dalam aksi lingkungan, menggugah kepedulian dalam merawat dan menjaga kehidupan ekosistem yang berkelanjutan.
Ketua PERAGI Komda DKI Jakarta Prof. Dr. Hj. Sylviana Murni, S.H., M.H dan Wakil Rektor Bidang PPMK Unas Prof. Dr. Ernawati Sinaga, M.S., Apt sama-sama berharap kerjasama ini sebagai upaya menyadarkan masyarakat bahwa Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati. Serta kerjasama ini dapat diadakan secara berkelanjutan agar tetap bisa membantu dan ikut melestarikan penghijauan dengan program-program yang lebih membumi.
“Edukasi (isu lingkungan) yang masih perlu kita sampaikan secara bertahap kepada masyarakat luas. Sehingga kita semuanya sadar bagaimana harus mengelola lingkungan ini dengan memanfaatkan keanekaragaman hayati kita,” ujar Prof. Erna yang sekaligus membuka pelakasanaan kegiatan, Jumat (11/6). Tema yang diangkat yaitu Pengelolaan Lingkungan Berbasis Keanekaragaman Hayati dan Permaculture untuk Mendukung Kehidupan Ekosistem yang Berkelanjutan.
Keanekaragaman hayati apabila dapat kita kembangkan bisa menjadi sumber kehidupan untuk saat ini dan masa depan, seperti yang disampaikan oleh Komite Nasional MAB Indonesia dan Pusat Penelitian Biologi LIPI Prof. Dr. Ir. Y. Purwanto, DEA. Selain keanekaragaman hayati, Indonesia juga memiliki keanekaragaman budaya yang luar biasa. Jika diidentfikasi bisa menjadi gagasan yang luar biasa dan dapat diakui dunia seperti subak Bali.
“Kita harus identifikasi pengetahuan lokal untuk kita tampilkan ke dunia, sehingga ini menjadi kebanggaan bangsa. Kuncinya adalah apapun yang kita miliki, kita kembangkan dalam biodiversity sebetulnya untuk sumber kehidupan kita dan untuk masa depan. Biodiversity for the future, karena pada masa yang akan datang biodiversity akan menjadi sumber energi,” ujar Prof. Purwanto.
Maka dari itu, hal yang dapat kita lakukan adalah merawat keanekaragaman hayati. Senada dengan yang disampaikan Pusat Kajian Tumbuhan Tropika Universitas Nasional Prof. Dr. Dedy Darnaedi, M.Sc., bahwa merawat keanekaragaman hayati berarti kita menyelamatkan bumi. Terutama bagi Indonesia yang dinyatakan sebagai mega biodiversity country oleh Pusat Pengawasan Konservasi Dunia PBB.
Upaya yang dapat dilakukan yaitu restorasi ekosistem dengan hal reklamasi, reboisasi, revegetisasi, reintroduksi dan restorasi. “Buatlah mission statements, yang artinya selama ini kita mengambil dari alam maka mari kita mengembalikan ke alam. Mari kita bersahabat dengan alam, memulai dari yang paling kecil di lingkungan rumah kita. Menanam pohon, menyiram dan merawatnya dengan kasih sayang,” ajak Prof Dedy.
Kepala PPM-Unas Ir. Etty Hesthiati, M.Si., yang juga selaku Ketua Pelaksana turut mengundang narasumber muda Founder Sendalu Permaculture Gibran Tragari. Hal ini sebagai salah satu bentuk sosialisasi dari aksi nyata untuk ikut berpartisipasi mendukung kehidupan ekosistem yang berkelanjutan.
Gibran menyampaikan permaculture bagi dirinya ialah, “Bagaimana kita mendesain sistem kehidupan kita dengan menggunakan sumber daya alam yang ada, itu (berkaitan) dengan etika dan prinsip yang baik. Bukan sekedar teknik dan metode tapi kearah etika dan prinsip-prinsipnya,” jelasnya.
Dalam menjaga keanekaragaman hayati dan ekosistem yang berkelanjutan juga diperlukan kesadaran kita dalam memperlakukan bumi. Setidaknya ada tiga etika permaculture yang disampaikan Gibran, “Tiga etika yaitu peduli bumi, peduli sesama manusia dan berbagi adil atau berlau seadanya atau berkecukupan,” jelasnya.
Seperti pepatah yang dikutip oleh moderator Ir. Anggia Murni, “Apa yang kita pakai sekarang bukanlah untuk kita tapi harus kita tinggalkan dengan baik untuk anak, cucu kita.” Kegiatan yang dilaksanakan secara daring ini setidaknya diikuti oleh 150 peserta dan dipandu oleh Lukman Hakim, S.Si., M.Sc., selaku pembawa acara. (*ARS)