
Jakarta (UNAS), 14 Juni 2025 — Urban farming atau pertanian perkotaan dinilai sebagai solusi strategis dalam menjawab tantangan ketahanan pangan di masa depan. Hal ini disampaikan oleh Ir. Inkorena G. S. Sukartono, M.Agr., dosen Program Studi Agroteknologi, Fakultas Biologi dan Pertanian, Universitas Nasional (UNAS), dalam sesi talkshow bertajuk “Dinamika Urban Farming di Jakarta” yang digelar dalam rangkaian Festival Mikul Buah 2025 di Kelurahan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Festival ini menjadi momen kolaboratif yang tidak hanya mempererat hubungan antarwarga, tetapi juga mengangkat kembali nilai-nilai budaya Betawi melalui praktik pertanian lokal yang adaptif terhadap lingkungan perkotaan.
Dalam paparannya, Kartono menjelaskan bahwa urban farming bukan semata praktik bercocok tanam, melainkan bagian dari upaya membangun kemandirian pangan di tengah keterbatasan lahan dan meningkatnya urbanisasi. Ia menyebut, dalam sepuluh tahun ke depan, mayoritas penduduk dunia diperkirakan akan tinggal di wilayah perkotaan, sehingga kebutuhan akan pangan mandiri menjadi semakin mendesak.
“Urban farming bukan hanya soal menanam, tetapi juga tentang menciptakan sistem pangan berkelanjutan yang dapat diakses langsung oleh masyarakat kota,” ujar Kartono.
Menurutnya, praktik urban farming dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan, seperti kebun komunitas, kebun rumah tangga, serta pemanfaatan ruang sempit dan lahan terbengkalai. Di Jakarta, tren ini terus berkembang berkat dukungan teknologi budidaya modern seperti vertikultur, hidroponik, akuaponik, dan microgreens, yang memungkinkan masyarakat memproduksi pangan secara mandiri di lingkungan tempat tinggal mereka.
Beberapa tanaman yang cocok untuk dibudidayakan secara urban antara lain bayam, sawi, seledri, tomat, cabai, serta berbagai tanaman hias. Urban farming juga sejalan dengan amanat Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yang menegaskan pentingnya kedaulatan dan kemandirian pangan di tingkat lokal.
Selain membahas teknik budidaya, Kartono juga memperkenalkan produk olahan pertanian seperti minuman lidah buaya, serta memberikan edukasi tentang manfaat penggunaan pupuk organik cair seperti EM4 untuk meningkatkan kesuburan tanah dan kualitas hasil tanam.
Sesi diskusi bersama warga berlangsung hangat dan interaktif. Masyarakat Kelurahan Pasar Minggu menyambut baik kegiatan ini dan menyampaikan harapan agar ke depan tersedia pendampingan serta pelatihan berkelanjutan mengenai pertanian rumah tangga yang praktis dan ramah lingkungan.
“Urban farming bukan sekadar bercocok tanam, tetapi juga cara membangun ekosistem lingkungan yang sehat dan produktif di tengah padatnya kehidupan perkotaan,” ujar Kartono menutup sesi.
Dengan dukungan edukasi yang konsisten dan keterlibatan aktif masyarakat, urban farming diyakini dapat menjadi gerakan kolektif yang memperkuat ketahanan pangan keluarga, sekaligus membentuk komunitas perkotaan yang mandiri, sehat, dan berdaya.