Jakarta (UNAS) – Geliat sastra di era digital yang berkembang pesat memberi perubahan terhadap kegiatan kesastraan dengan munculnya sastra cyber. Keberadaan sastra cyber melalui media digital dimanfaatkan oleh para penulis dan juga para penikmat sastra sebagai ruang alternatif yang dapat digunakan untuk menambah wawasan dan meningkatkan minat terhadap literasi terutama yang berkaitan dengan kesastraan. Namun, di sisi lain literasi kesastraan yang dikelompokkan dalam kelompok sastra cyber dipandang sebelah mata karena dianggap kurang bermutu.

Terkait dengan hal ini bagaimana kampus sebagai institusi pendidikan yang bersentuhan langsung dengan sastra menyikapinya. Berangkat dari hal tersebut Fakultas Bahasa dan Sastra menyelenggarakan Kuliah Umum “Literasi Kesastraan di Era Digital : Sebuah Peluang dan Tantangan”. Kegiatan ini turut mengundang Guru Besar Universitas Indonesia Prof. Riris K.Toha Sarumpaet, Ph.D dan Guru Besar Universitas Nasional/Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Nasional Prof. Dr. Iskandar Fitri, S.T., M.T.

Dalam paparannya, Guru Besar Universitas Nasional/ Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Nasional Prof. Dr. Iskandar Fitri, S.T., M.T. menjelaskan bahwa saat ini perkembangan arus teknologi sudah sangat pesat dan sudah menjadi tonggak kehidupan manusia. “Seiring perkembangan zaman memang kita sudah seharusnya berubah mengikuti arus perubahan sehingga kita tidak tertinggal karena kedepan terdapat ancaman baru lagi,” ujar Iskandar.

Menurutnya, ancaman terbaru tersebut berupa perkembangan teknologi yang akan memasuki 5.0 sampai 6.0 sehingga setiap orang harus merubah budayanya untuk menggunakan digital. “Kalau berbicara literasi digital saat ini setiap orang belum sepenuhnya beralih ke digital karena mindsetnya masih menggunakan manual dan kurangnya orang lain untuk mempelajari digital,” ucapnya.

Ia menambahkan, setiap bidang keilmuan memiliki peluang dan tantangan tersendiri dalam menghadapi perkembangan teknologi. Iskandar pun mendorong bagi peluang tersebut perlu di manfaatkan secara baik.

“Peluang nya memang tak terbatas, karena kita bisa leluasa, mudah, dan cepat. Sedangkan tantangan nya ada dalam diri kita sendiri ingin mau menjalani atau tidak yang berorientasi capaian atau karir, kesabaran, kreatifitas dan keahlian,” ungkap Iskandar.

Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Universitas Indonesia Prof. Riris K.Toha Sarumpaet, Ph.D mengatakan persoalan yang terjadi terkait dengan sastra dan bahasa di era digital adalah soal literasi yang rendah. “Ada persoalan bahasa, bahasa tidak melulu persoalan kosakata tetapi makna-makna dibaliknya yang secara teknis susah kita pahami,” tutur Riris. Dengan kemudahan yang ada saat ini, lanjutnya, setiap orang tidak harus bersusah-susah lagi mencari informasi. Oleh karena itu, minat literasi perlu di bangun.

“Jika kita bicara literasi akan jatuh pada hal-hal teknis, jadi kalau kita pikir begitu besarnya informasi begitu kemungkinan luasnya kehidupan yang kita miliki dengan kemajuan ini kalau tidak kita raih kita akan tertinggal. Jadi sesuai tema ini persoalan literasi walaupun kita ada didalamnya dibarengi dengan kemajuan teknologi.kita perlu memperbaiki literasi kita untuk meraih apa yang ada di hadapan kita,” papar Riris yang juga mantan Dekan Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Nasional.

“Jadi kedepan saya rasa tidak perlu lagi berbicara didepan orang banyak atau bertatap muka tapi cukup dengan didepan layar dan saya tau banyak yang mendengarkan saya berjuta-juta orang dan itu sangat mungkin saat ini. Jadi dengan bahasa dan sastra itu kita bisa melakukan Cross Border Community/ tidak ada batas-batas lagi sehingga kita dapat menyalurkan karya sastra kita melalui digital dan dapat dibaca atau ditonton orang banyak,” ujarnya. (*DMS)