Jakarta (UNAS) – Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik (HIMAJIP) Universitas Nasional (UNAS) menyelenggarakan Diskusi Publik Nasional bertema “Urgensi dan Makna Partisipasi Politik Perempuan dalam Pilkada”. Acara yang berlangsung di Exhibition Room UNAS, Kamis, (20/6), ini dihadiri oleh 100 peserta yang terdiri dari siswa SMA dan mahasiswa dari berbagai himpunan di Jakarta.
Dalam sambutannya, Sekretaris Program Studi Ilmu Politik UNAS Rahmat Sufajar, S.IP., M.Si, yang mewakili Dekan FISIP Dr. Erna Ermawati Chotim, M.SI., menekankan pentingnya partisipasi politik perempuan dalam memperkuat masyarakat yang inklusif dan adil. “Partisipasi politik perempuan bukan hanya sebuah gagasan, melainkan sebuah kebutuhan esensial,” tuturnya.
Diskusi Publik Nasional tersebut menghadirkan tiga narasumber utama, yaitu Dosen Ilmu Politik UNAS Dr. Diana Fawzia, M.A, Praktisi dan Peneliti Politik Badan Riset Inovasi Nasional Mouliza Kristhopher Donna Sweinstani, S.IP., M.IP., dan Ketua Perludem Indonesia Khoirunnisa Nur Agustyati. Pada Diskusi Publik Nasional ini memaparkan tiga fokus materi diantaranya Urgensi dari Partisipasi Politik Perempuan dalam Pilkada, Partisipasi Perempuan dalam Pilkada sebagai Sarana Pendidikan Politik, serta Dampak Keterlibatan Perempuan dalam Demokrasi di Indonesia.
Dr. Diana Fawzia, M.A., dalam presentasinya, menjelaskan bahwa partisipasi perempuan dalam politik, terutama dalam pilkada, dihadapi oleh banyak tantangan serius. Sering kali perempuan mengalami pembatasan dan diskriminasi. Budaya patriarki di ruang publik membuat para perempuan harus menyesuaikan diri dengan norma yang mayoritasnya ditetapkan oleh laki-laki. “Partisipasi perempuan dalam politik penting tidak hanya untuk kesetaraan, tetapi juga untuk memastikan suara perempuan dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan lokal,” ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Praktisi dan Peneliti Politik Badan Riset Inovasi Nasional Mouliza Kristhopher Donna Sweinstani, S.IP., M.IP., menyampaikan bahwa peran perempuan dalam politik mencakup legislatif, eksekutif, birokrasi, lembaga pemilu, dan partai politik. Ia menekankan bahwa ada kebijakan afirmasi, regulasi daerah yang seringkali menjadi penghambat. Perempuan harus menciptakan kebijakan inklusif dan menjadi simbol keberadaan dalam politik.
Kemudian, Khoirunnisa Nur Agustyati membahas tantangan yang dihadapi perempuan dalam politik, termasuk diskriminasi, stereotip, dan kekerasan berbasis gender. Menurutnya, representasi perempuan di lembaga legislatif dan eksekutif sangat penting untuk transformasi inklusif gender. “Kebijakan afirmasi diperlukan, namun tantangan seperti marginalisasi dan ketidaksetaraan harus diatasi untuk mencapai demokrasi yang sehat dan kesetaraan hak politik,” tegasnya.
Maka dari itu, Diskusi Publik Nasional ini menjadi platform penting untuk menyuarakan dan membahas urgensi partisipasi politik perempuan dalam pilkada, serta mencari solusi untuk menghadapi tantangan yang ada. (MPR)