Jakarta (UNAS) – Sinergi antar lembaga sangat penting dilakukan dalam upaya penanganan bencana yang meliputi pra bencana, mitigasi, dan pasca bencana. Implementasi sinergitas tersebut dapat dilakukan dengan merumuskan dan mensosialisasikan Standard Operasional Procedure (SOP) serta pelatihan bersama sehingga penanganan bencana dapat dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi. Selain itu, dalam penanggulangan bencana peran masyarakat sangat dipenting sehingga dapat meminimalisir dampak bencana.

Oleh karena itu, pentingnya sinergi antar lembaga dan kesadaran masyarakat dalam penanganan bencana Program studi Administrasi Publik menyelenggarakan Seminar Nasional 2019 dengan tema “Sinergitas Antar Lembaga dan Peningkatan Mitigasi Terhadap Bencana di Indonesia” di Aula Blok 1 lantai 4 Universitas Nasional (UNAS), Rabu (30/01). Acara ini turut dihadiri Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Truly Wangsalegawa M.A.,M.Ed.,Ph.D., Ketua Program studi Administrasi Publik Dr. Akhmad Mukhsin M.Si., dan mengundang Kepala Subdirektorat (Kasubdit) Tata Kelola Logistik Bencana Kementerian Sosial Republik Indonesia Muhammad Syafi’i Aks.Mp., Dosen Administrasi Publik Dr. Chazali Husni Situmorang Apt.,M.Si. sebagai narasumber.

Dalam paparannya, Kasubdit Tata Kelola Logistik Bencana Kemensos RI Muhammad Syafi’i Aks.Mp. mengatakan, Indonesia merupakan negara dengan tingkat rawan bencana yang tinggi seperti gempa bumi, tsunami, longsor, gunung meletus, banjir bandang, hingga kekeringan. Sehingga masyarakat perlu diberikan kesadaran bahwa Indonesia merupakan negara yang rawan bencana.

“Masyarakat lah yang terdampak pertama kali saat terjadinya bencana sehingga mereka yang menjadi korban. Oleh karena itu, kita harus sadar bahwa kita berada di kawasan rawan bencana,” papar Syafi’i.

Ia menambahkan, masyarakat masih minim kesadaran tentang risiko bencana di Indonesia Menurutnya, masyarakat adalah pelaku penting dalam mengurangi kerentanan dengan meningkatkan kemampuan diri dalam menangani bencana. “Masyarakat harus disiapkan sehingga bisa meminimalisir dampak terjadinya bencana,” ucapnya.

Syafi’i mengaku pihaknya telah membentuk relawan yang bertujuan untuk menyadarkan masyarakat. “Kemensos telah membentuk relawan Taruna Siaga Bencana (TAGANA) sebagai bentuk untuk mengurangi resiko bencana. relawan tersebut kita sediakan di provinsi-provinsi untuk mengedukasi masyarakat dalam menyadarkan risiko bencana,” kata Syafi’i. Selain itu, lanjutnya, peran perguruan tinggi dalam usaha pengurangan risiko bencana sangat dibutuhkan. Sebab, mahasiswa dapat membantu pemerintah dalam mensosialisasikan tindakan yang harus dilakukan saat bencana.

“Upaya penyadaran kepada masyarakat untuk mengurangi risiko bencana harus terus dilakukan. Salah satu aktor penting yang diharapkan bisa menjadi motor penggerak dalam usaha pengurangan risiko bencana adalah mahasiswa,” pungkasnya.

Sementara itu, Dosen Administrasi Publik Dr. Chazali Husni Situmorang Apt.,M.Si. menyatakan selain minimnya kesadaran masyarakat terhadap bencana alam, faktor sinergitas antar lembaga menjadi masalah dalam penanggulangan bencana. “Sinergitas antar lembaga menjadi masalah mitigasi bencana saat ini. sinergitas penting dilakukan oleh segala lembaga dalam mitigasi bencana supaya one commando,” ujarnya.

Menurutnya, sinergi ini menjadi penting, karena fakta di lapangan seringkali ada benturan dari masing-masing pihak. “Jangan sampai sudah banyak korban, ada area-area yang tidak tersentuh bantuan, ada lempar-lempar tanggung jawab,” ungkap Chazali.

Chazali menekankan bahwa masyarakat tetap memiliki peran sentral dalam penanggulanan bencana karena masyarakat yang pertama kali merespon saat terjadi bencana. “Mitigasi sudah jalan, kebijakan sudah ada, tapi masyarakatnya belum siap tetap saja saat terjadi bencana banyak menelan korban. Namun, jika masyarakat sudah paham akan penanggulangan bencana, masyarakat pasti siap siaga terhadapa bencana,” jelasnya. (*DMS)